“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia..” (QS. Al Kahfi: 46). Anak adalah karunia dari Allah yang dititipkan kepada setiap orang tua. Dengan dasar ini maka orang tualah yang berkewajiban untuk mendidik anak-anaknya sebagaimana disebutkan dalam QS At Tahrim ayat 6: "Hai orang-orang beriman, peliharalah diri-diri kamu dan keluargamu dari api neraka”. Di tangan orangtualah anak-anak tumbuh dan menemukan jalan-jalannya.
ARTI PENTING PENDIDIKAN ANAK
Dalam Islam, berbicara mengenai pendidikan tidak dapat dilepaskan dari asal muasal manusia itu sendiri. Kata "pendidikan" yang dalam bahasa arabnya disebut "tarbiyah" (mengembangkan, menumbuhkan, menyuburkan) berakar satu dengan kata "Rabb" (Tuhan). Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan adalah sebuah nilai-nilai luhur yang tidak dapat dipisahkan dari, serta dipilah-pilah dalam kehidupan manusia. Terpisahnya pendidikan dan terpilah-pilahnya bagian-bagiannya dalam kehidupan manusia berarti terjadi pula disintegrasi dalam kehidupan manusia yang konsekwensinya melahirkan ketidak-harmonisan dalam kehidupannya itu sendiri.
Mendidik atau "rabba" bukan berarti "mengganti" (tabdiil) dan bukan pula berarti "merubah" (taghyiir). Melainkan menumbuhkan, mengembangkan dan menyuburkan, atau lebih tepat "mengkondisikan" sifat-sifat dasar (fithrah) seorang anak yang ada sejak awal penciptaannya agar dapat tumbuh subur dan berkembang dengan baik. Jika tidak, maka fithrah yang ada dalam diri seseorang akan terkontaminasi oleh "kuman-kuman" kehidupan itu sendiri. Kuman-kuman kehidupan inilah yang diistilahkan oleh hadits tadi dengan "tahwiid" (mengyahudikan) "tanshiir" (menasranikan) dan "tamjiis" (memajusikan). Pada hadits yang lain disebutkan "ijtaalathu as Syaithaan" (digelincirkan oleh syetan).
Kuman-kuman kehidupan atau meminjam istilah hadits lain "duri-duri perjalanan" (syawkah) tentu semakin nyata dan berbahaya di zaman dan di mana kita hidup saat ini. Masalahnya, apakah kenyataan ini telah membawa kesadaran bagi kita untuk membentengi diri dan keluarga kita?
AL QUR'AN DAN HADITS SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN ANAK
Tantangan berat dalam mendidik anak pada saat ini adalah menghindarkannya dari penyakit ”Hubbu ad Dunya wa karaahiyat al Maut” (Cinta dunia dan benci mati). Cinta dunia yang berlebihan ini merupakan akibat dari tertanamnya faham materialisme dalam diri kita yang melahirkan sikap-sikap seolah-olah kita akan hidup seribu tahun lagi. ”Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya” (QS. Al Humazah: 2-3).
Dasar-dasar pendidikan anak dalam Islam dapat disimpulkan dari berbagai ayat, antara lain QS: Luqman: 12 - 19 dan QS: As Shafaat: 102, serta berbagai hadits Rasulullah SAW.
POKOK PENDIDIKAN ANAK DALAM KISAH LUQMAN
2. Mengajarkan "ta'at al waalidaen" (mentaati kedua orang tua), dalam batas-batas ketaatan kepada Pencipta.
3. Mengajarkan "husnul mu'asyarah" (pergaulan yang benar) atas dasar keimanan hari berbangkit, sehingga pergaulan tersebut memiliki akar kebenaran dan bukan kepalsuan.
4. Menanamkan nilai-nilai "Takwallah".
5. Menumbuhkan kepribadian yang memiliki "Shilah bi Allah" yang kuat (dirikan shalat).
6. Menumbuhkan dalam diri anak "amr ma'ruf-nahi munkar” (kepedulian sosial) yang tinggi.
7. Membentuk kejiwaan anak yang kokoh (Shabar).
8. Menumbuhkan "sifat rendah hati" serta menjauhkan "sifat arogan".
9. Mengajarkan "kesopanan" dalam sikap dan ucapannya.
”Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”. (QS. As Shaaffaat: 102). Ayat ini mengajarkan "metodologi dialogis" dalam mendidik anak. Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS terlibat dalam suatu diskusi yang mengagumkan. Bukan substansi dari diskusi mereka yang menjadi perhatian kita. Melainkan approach/cara pendekatan yang dilakukan oleh Ibrahim dalam meyakinkan anaknya terhadap suatu permasalahan yang sangat agung itu. Kesimpulan ini pula menolak anggapan sebagian orang kalau Islam mengajarkan ummatnya otoriter, khususnya dalam mendidik anak.
POKOK PENDIDIKAN ANAK MENURUT RASULULLAH SAW
2. Tanamkan Al Qur'an dalam diri anak sejak sedini mungkin mengingat Al Qur'an adalah "Syifaa limaa fis Shuduur" (obat terhadap berbagai penyakit jiwa) dan ”Nuur” (cahaya/pelita hati). Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang tidak ada Al
Qur'an di hatinya maka ia seperti rumah runtuh" (hadits)
Qur'an di hatinya maka ia seperti rumah runtuh" (hadits)
3. Membiasakan praktek-praktek sunnah dalam kehidupan keseharian. Misalnya makan dengan membaca "Bismillah" dan doa, mengakhirinya dengan "Al Hamdulillah" dan doa, masuk/keluar rumah dengan salam, dll. Menghapalkan doa-doa sejak sedini mungkin memberikan pengaruh besar dalam perkembangan kejiwaan anak.
4. Hendaknya para orang tua menjadi "tauladan" (uswah) dalam kehidupan anak-anak mereka. Hidupkan agama Allah dalam diri kita, keluarga kita, insya Allah dengan izinNya anak-anak akan tumbuh dengan kesadaran keagamaan yang tinggi. Pepatah Arab mengatakan "Perbaiki dirimu, niscaya manusia akan baik denganmu".
5. Memperbanyak doa. Bagaimanapun juga usaha manusia sifatnya terbatas. Namun dengan pertolongan Allah, sesuatu dapat berubah di luar perkiraannya. Oleh sebab itu, doa dalam hidup kita sangat penting untuk menunjang usaha-usaha yang kita lakukan.
PENELITIAN PSIKOLOGI ANAK
Nasehat Rasulullah SAW tersebut sangat sesuai dengan beberapa hasil penelitian psikologi baru berikut ini :
1. Fakta tentang otak :
a. Saat lahir, bayi punya 100 miliar sel otak yang belum tersambung. Pada usia 0-3 tahun terdapat 1000 triliun koneksi (sambungan antarsel). Pada saat inilah anak-anak bisa mulai diperkenalkan berbagai hal dengan yaitu dengan cara mengulang-ulang :
- memperdengarkan bacaan Al Qur' an;
- bahasa Asing seperti bahasa Inggris;
- memperkenalkan nama-nama benda dengan cara bermain dan menunjukkan
gambar;
gambar;
- memperkenalkan warna dengan menunjukkan kepadanya dalam bentuk benda yang dia kenal, warna-warna cerah di kamarnya dan gambar;
- memperkenalkan aroma buah melalui buku;
- membacakan cerita atau dongeng
Pada usia 6 tahun, koneksi yang terus diulang akan menjadi permanen, sedangkan koneksi yang tidak digunakan akan dibuang. Oleh karenanya, usia sebelum 6 tahun adalah saat yang tepat untuk mengoptimalkan daya serap otak anak agar tidak terbuang percuma.
b. Otak yang belum matang rentan terhadap trauma, baik terhadap ucapan yang keras maupun tindakan yang menyakitkan. Susunan otak terbentuk dari pengalaman. Jika pengalaman anak takut dan stress, maka respons otak terhadap dua hal itulah yang akan menjadi arsitek otak sehingga dapat merubah struktur fisik otak. Itulah mengapa kita harus menghindarkan diri dari memarahi anak atau memukulnya. Jika anak kita melakukan kesalahan atau melakukan sesuatu yang tidak sopan, sebaiknyalah kita mulai mengajarkannya mana yang betul dan sopan santun dengan cara yang arif serta penuh kesabaran. Kita dapat mencontoh bagaimana Rasulullah saw. bersikap sangat penuh kasih sayang terhadap anak-anak.
c. Otak terdiri dari dua belahan yaitu kanan dan kiri yang memiliki fungsi yang berbeda namun saling mendukung. Pekerjaan otak kiri berhubungan dengan fungsi verbal, temporal, logis, analitis, rasional serta kegiatan berpola. Pekerjaan otak kanan berhubungan dengan fungsi kreatif dan kemampuan bekerja dengan gambaran (visual) dan berfikir intuitif, abstrak dan non-verbal serta kemampuan taktil/motorik halus pada tangan, termasuk pembentukan akhlak dan moral. Menurut Bob Eberle, seorang ahli pendidikan, "prestasi pikiran manusia memerlukan kerja yang terpadu antara belahan kiri dan otak kanan". Pendidikan yang menyeimbangkan fungsi kedua belahan otak dapat mengembangkan pribadi yang sehat dan menumbuhkan kreativitas secara penuh.
2. Fakta tentang stress
a. Anak yang mengalami stress pada usia kritis 0-3 tahun akan menjadi anak yang
hiperaktif, cemas dan bertingkah laku seenaknya.
hiperaktif, cemas dan bertingkah laku seenaknya.
b. Anak dari lingkungan stress tinggi mengalami kesulitan konsentrasi dan kendali diri.
c. Cara orang tua berinteraksi dengan anak di awal kehidupan akan membuat
dampak pada perkembangan emosional, kemampuan belajar dan bagaimana
berfungsi di kehidupan yang akan datang.
3. Ciri-ciri anak pada milenium kedua :
dampak pada perkembangan emosional, kemampuan belajar dan bagaimana
berfungsi di kehidupan yang akan datang.
3. Ciri-ciri anak pada milenium kedua :
- mampu berpikir dengan cepat;
- mampu beradaptasi dengan cepat dan benar;
- memiliki keimanan kuat sebagai filter;
- menguasai bahasa dunia;
- mampu menyelesaikan masalah dengan cepat;
Dilihat dari berbagai hasil penelitian di atas, sangatlah beralasan bahwa Rasulullah SAW menasehatkan agar mendidik anak haruslah sedini mungkin. Juga diteladankan bagaimana seharusnya sikap kita dalam menghadapi anak agar otaknya tidak mengalami trauma. Di samping itu orang tua perlu terus menerus menambah ilmu agar dapat membantu anak mengembangkan potensi dirinya secara maksimal.
Satu pesan sederhana dalam mendidik anak, yang mungkin belum kita sadari sepenuhnya. Betapa banyak yang dapat kita ajarkan kepada anak kita tiap hari, hanya dengan berada di dekatnya. Dengan mengasuh, bermain dan bercakap-cakap dengan bayi kita yang mungil, kita bisa menjadi guru pertama bagi si kecil.
Satu pesan sederhana dalam mendidik anak, yang mungkin belum kita sadari sepenuhnya. Betapa banyak yang dapat kita ajarkan kepada anak kita tiap hari, hanya dengan berada di dekatnya. Dengan mengasuh, bermain dan bercakap-cakap dengan bayi kita yang mungil, kita bisa menjadi guru pertama bagi si kecil.
Bersihkanlah jalanan (kehidupan) anak kita dari kuman-kuman yang merusak. Tanamkan benteng penjaga ketakwaan dan keimanan yang kokoh, pedang keilmuan yang tajam, sarana ibadah yang mantap, strategi akhlaq yang mulia dalam kehidupan anak kita.
Wallahu’alam bishshowaab.
Wallahu’alam bishshowaab.
Referensi
1. Emmy Soekresno, S.Pd. ”Masa-Masa Penting Pertumbuhan Anak”.
2. Ust. M. Syamsi Ali. ”Pedoman Al Qur’an dalam Pendidikan Anak”. Disampaikan dalam acara Seminar Pendidikan Anak yang diadakan bersamaan dengan acara
Musyawarah Tahunan IMAAM (Indonesian Muslim Association of America) Washington
tanggal 22 Mei 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar