Rabu, 30 Maret 2011

Anak Berperilaku Kasar ? Tips mengatasinya.


Mengenal anak-anak adalah sangat unik dengan segala tingkah laku dan tindakannya yang khas pada suatu waktu tertentu. Seringkali orang tua beranggapan bahwa mengendalikan, membatasi, melarang, menuntut, atau menyangkal adalah benar asal dilakukan dengan beberapa cara yang cerdik sehingga anak melihatnya bukan sebagai suatu yang menolak dirinya, melainkan tingkah lakunya. Akan tetapi anak-anak tidak suka disangkal, dibatasi, atau dilarang oleh orang tua mereka, tidak peduli dengan jenis penjelasan apa yang menyertainya. Semakin keras perilaku orang tua terhadap anak kemungkinan besar yang terjadi adalah serangan balasan terhadap orang tua dalam bentuk hambatan, pemberontakan, kebohongan, kemarahan dan kekesalan.
Pada umumnya sifat anak yang seringkali nampak berpengaruh besar pada pribadi anak adalah sifat egosentris. Sifat ini umumnya muncul pada usia 15 bulanan atau saat anak sudah sadar akan keberadaan dirinya (self awareness). Sifat egosentris ini disebabkan karena belum berkembangnya proses berpikir anak dalam melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan dipandang dari sudut pandang dirinya sendiri.
Lantaran sifat egosentris ini anak balita selalu berpikir “here and now.” Bila ingin sesuatu harus didapat saat itu juga atau tidak mau menunggu. Misalnya, saat ia minta es krim anak tidak mau tahu caranya bagaimana yang penting ia mendapatkannya saat itu juga. Contoh lain, si kecil merebut mainan temannya. Meski temannya menangis, ia tidak peduli karena ia “berprinsip” “saya suka, saya mau, maka saya harus dapatkan”. Begitu juga dengan sifat anak yang mudah tersinggung dan marah-marah. Ini terjadi karena anak-anak masih belum bisa menerima pendapat dari orang lain ketika perbuatannya tidak sesuai dengan aturan.


Sebagaimana perkembangan sifat dan perilaku anak tidak pernah lepas dari lingkungan dimana ia tumbuh dan dibesarkan. Ada pepatah yang mengatakan anak tidak jauh dari sifat-sifat orang tuanya. Mengapa demikian? Karena dimana anak tumbuh disanalah sifat dan perilakunya juga akan tumbuh. Anak-anak dari orang tua yang penuh kelembutan dan kasih sayang serta rasa aman yang dirasakan anak, maka anak akan tumbuh dengan aman dengan sifatnya yang lembut dan penuh kasih sayang.
Anak-anak yang melakukan penolakan terhadap orang tuanya bisa jadi karena perasaan anak yang merasa tidak diterima karena banyaknya tingkah laku dari dirinya yang selalu ditolak atau tidak diinginkan oleh orang tuanya. Bahkan menjadi masalah besar karena tanggapan yang diberikan orang tua terhadap perilakunya terlalu berlebihan. Anak-anak berproses, belajar dan tumbuh dari orang tuanya. Anak-anak yang mudah tersinggung dan menjadi marah hanya disebabkan alasan-alasan sepele, karena mereka memang tidak mempunyai pribadi yang kuat. Mereka cenderung tidak tahan terhadap sesuatu yang tidak diinginkan dan mudah terpengaruh hal-hal kecil yang bisa membuatnya menjadi marah.
Pada saat usianya menginjak 3 tahun, sebenarnya anak sudah mulai sadar akan tuntutan sosial tersebut namun perlu stimulasi dari orangtua. Bila dilihat dari perkembangan kognitif, sifat egois anak akan menghilang saat usia anak 6 tahun. Karena semakin besar anak, lingkungan sosial akan menuntut anak untuk sadar diri dan sadar akan lingkungan. Jika sifat egosentris dibiarkan terus-menerus tumbuh dalam arti anak dibiarkan saja selalu mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa mempertimbangkan adanya aturan-aturan sosial, maka perilaku ini bisa menetap sampai anak beranjak dewasa.
Ada beberapa cara yang bisa mendorong anak-anak untuk mengubah tingkah lakunya, yaitu :
1.    Anak-anak membutuhkan tempat yang aman untuk tumbuh begitu juga penerimaan akan dirinya. Semakin anak merasa diterima oleh orang tuanya maka dia akan merasa bebas untuk mengembangkan diri dan mulai dapat berpikir untuk melakukan perubahan kea rah yang lebih baik. Penerimaan akan keberadaan anak bukan berarti membiarkan saja sesuatu bebas dilakukan oleh anak tanpa ada batasan. Akan tetapi yang bisa dilakukan orang tua adalah berkaitan dengan “bahasa penerimaan”. Karena bahasa penerimaan orang tua yang lembut dan penuh kasih sayang bisa membuat anak merasa aman dan percaya dengan orang tuanya.
2.    Bagi anak-anak balita memang sangatlah membutuhkan kesabaran, kelembutan dan keaktifan orang tua untuk memberikan pengertian pada anak bahwa tidak semua keinginan anak harus terpenuhi, apalagi disertai dengan perilaku-perilaku yang kurang baik seperti menangis keras, berteriak, memukul, dan sebagainya karena jika ia terus berperilaku demikian maka keinginannya tersebut tidak akan dipenuhi.
3.    Beberapa orang tua, dengan cara halus atau secara tidak sadar mengajarkan anak-anaknya untuk marah. Mereka suka berteriak kepada anak-anaknya dan terlalu bersikap keras. Ketika anak marah-marah, orang tua cenderung membalasnya dengan kemarahan ketimbang berupaya menenangkannya. Mulai sekarang gantilah dengan cara baru yang bisa diterima anak-anak. Bila si anak marah karena butuh sesuatu, upayakanlah untuk mencari dan memenuhi apa yang dibutuhkannya itu. Ketika kondisi si anak kembali normal, katakan kepadanya bahwa ia tak perlu menangis atau marah-marah demi mendapatkan sesuatu. Bila ia lapar dan haus, berikan sesuatu untuk dimakan dan diminum. Bila ia lelah, bantu dirinya untuk tidur. Bila anak marah karena tindakan orang tua, berupayalah untuk memperbaikinya dengan berkata-kata manis kepada buah hati tercinta.
Semoga saran kami ini bisa bermanfaat . Dengan demikian anak dapat tumbuh dan berkembang dengan rasa aman, percaya dan bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Grafik Emas

Lovely Facebook