Meski, dipagi dini hari ini cuaca hujan cukup lama......tapi tidak menyurutkan niat saya untuk, turut serta menyambut badai meteor draconids, yang menurut para ahli puncak terjadinya badai tersebut akan jatuh pada tanggal 8 oktober 2011. Tanpa bermaksud latah, saya ingin berbagi informasi seputar badai tersebut.....yuuuuk mareeeee kita simak beritanya dari beberapa sumber......^^
Bandung, CyberNews. Peneliti dan astronom di officer
obsevatorium Boscha, Lembang, Bandung, Jawa Barat, Evan Irawan Akbar
mengatakan, pada tanggal 7 dan 8 Oktober 2011 malam, seluruh wilayah
Indonesia bisa menyaksikan hujan meteor Draconid.
Fenomena itu
juga bisa disaksikan di belahan bumi utara ekuator seperti Timur Tengah
dan wilayah bagian utara Afrika. Namun, hujan meteor ini juga bisa
disaksikan dengan catatan tidak ada penampakan bulan purnama.
Evan
mengatakan, ribuan meteor tersebut akan berjatuhan tiap jamnya dan
menjadi pemandangan yang menakjubkan di cakrawala. "Hujan meteor
tersebut akan sangat fantastis dan sekitar 500 hingga 1.000 meteor akan
berjatuhan tiap jamnya. Puncak hujan meteor akan terjadi pada tanggal 7
dan 8 Oktober sebelum pukul 24.00," ujarnya.
( Elshinta / CN26 )
Sumber lain (unik.kompasiana.com) yang menurut saya dapat melengkapi berita diatas adalah sebagai berikut:
Sebuah
hujan meteor, yakni munculnya meteor–meteor saling susul–menyusul dalam
jumlah besar di langit, akan terjadi pada Sabtu 8 Oktober 2011 jelang
tengah malam besok. Intensitasnya luar biasa besar, karena diperkirakan
setiap jamnya bakal nongol 750 hingga 1.000 buah meteor di langit,
sehingga menyebabkan hujan meteor ini menempati status badai meteor. Dan
karena semua meteornya seolah–olah berasal dari satu titik di gugusan
bintang Draco, maka badai meteor ini pun dinamakan badai meteor
Draconids.
Namun
karena langit malam dihiasi dengan Bulan fase benjol menuju purnama,
maka tidak seluruh meteor itu dapat disaksikan dengan jelas.
Diperkirakan hanya 5 s/d 20 % saja dari jumlah meteor tersebut yang
dapat dilihat mata manusia karena kecerlangannya mampu mengalahkan
dominasi cahaya Bulan. Itu setara dengan 37 s/d 200 meteor per jam.
Dan
sayangnya lagi, kita di Indonesia tidak berkesempatan menyaksikan badai
meteor ini dengan utuh. Puncak badai meteor diperkirakan terjadi antara
pukul 16:00 s/d 21:00 UT atau setara dengan 8 Oktober pukul 23:00 WIB
hingga 9 Oktober pukul 04:00 WIB. Sementara dari Indonesia gugusan
bintang Draco telah terbenam dari langit utara sejak pukul 23:00 WIB.
Puncak badai meteor terjadi karena Bumi tepat melintas pada remah–remah
yang dilepaskan komet induknya pada tahun 1900 dan 1907. Hanya kawasan
Eropa, sebagian Afrika dan sebagian Asia seperti Timur Tengah, Asia
Selatan dan Rusia yang berkesempatan menyaksikan badai meteor ini.
Badai meteor Draconids merupakan hujan meteor periodik, yakni hujan
meteor yang terjadi kala Bumi melintas di dekat orbit sebuah komet
sehingga remah–remahnya tertarik gravitasi Bumi. Badai meteor Draconids
berasal dari remah–remah komet Giacobini–Zinner, komet periodik yang
pertama kali dilihat oleh Michel Giacobini (Perancis) pada 20 Desember
1900 dan bertahun kemudian diidentifikasi ulang oleh Ernst Zinner
(Jerman) pada 23 Oktober 1913. Komet ini merupakan komet berperiode
pendek, yang membutuhkan waktu 6,46 tahun untuk mengedari Matahari
sekali putaran pada saat penemuannya. Sebagai komet berperiode pendek,
maka komet Giacobini–Zinner sangat dipengaruhi oleh gravitasi planet gas
raksasa Jupiter, yang mampu mengubah orbitnya secara dinamis. Sehingga
periodenya senantiasa berubah secara gradual dari waktu ke waktu.
Pada
19 Januari 1958 misalnya, komet melintasi Jupiter dalam jarak 140 juta
km, yang membuat periodenya menurun dari 6,56 tahun menjadi 6,4 tahun
diikuti perubahan perihelion dari semula 149 juta km terhadap Matahari
menjadi 141 juta km. Demikian pula pada 23 September 1969, komet
melintas hanya sejauh 87 km dari Jupiter sehingga periodenya meningkat
dari 6,41 tahun menjadi 6,52 tahun diikuti peningkatan perihelion dari
140 juta km terhadap Matahari menjadi 149 juta km. Pada masa kini, komet
Giacobini–Zinner baru akan melintas dekat Bumi pada bulan Februari 2012
mendatang, dengan jarak perlintasan tergolong jauh yakni 278 juta km.
Dengan inti komet hanya berdiameter 2 km dan magnitudo absolutnya 10,7
maka pada saat itu komet hanya akan nampak sebagai titik cahaya sangat
redup pada magnitudo semu +12 sehingga untuk mengamatinya mutlak
memerlukan teleskop.
Meski
orbit komet ini relatif dekat dengan orbit Bumi, tidak ada perpotongan
di antara keduanya sehingga peluang komet Giacobini–Zinner menumbuk Bumi
adalah nol. Namun remah–remah komet, dalam rupa debu yang terserak di
sepanjang orbitnya, dapat tertarik oleh gravitasi Bumi sehingga jatuh ke
Bumi pada kecepatan 20 km/detik dan menjadikannya hujan meteor
Draconids. Kecepatan ini tergolong lambat bagi hujan meteor periodik,
katakanlah bila dibandingkan dengan hujan meteor lainnya yang berpotensi
berubah menjadi badai seperti Leonids yang mampu mencapai 72 km/detik.
Status hujan meteor ini dapat berubah menjadi badai meteor (yakni dengan
intensitas 1.000 buah meteor per jam) bila debu–debu yang tertarik
berasal dari material yang dilepaskan komet pada waktu perlintasan
teranyarnya dengan Bumi kala mendekat ke Matahari. Pada 1933 dan 1946
misalnya, badai meteor Draconids pun terjadi, dengan intensitas hingga
10.000 meteor/jam.
Seperti
hujan meteor periodik lainnya, badai meteor Draconids pun disebabkan
oleh masuknya remah–remah komet seukuran debu, paling banter sebesar
batu kecil, ke atmosfer Bumi. Tak satupun dari debu dan batu tersebut
yang mampu melintasi atmosfer dengan selamat karena semuanya bakal
musnah di ketinggian 60–100 km dari permukaan Bumi. Maka tak ada potensi
bahaya yang datang menerpanya bagi kita semua di Bumi. Maka tak perlu
takut, mari nikmati salah satu pertunjukan langit yang luar biasa ini
pada Sabtu 8 Oktober 2011 besuk hingga pukul 23:00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar